“Adik naik angkot ya?”, pinta saya kepada anak kedua. “Tunggu
bapak aja”, jawabnya. Saya meminta lagi “nanti sekolahnya terlambat lho, bapak
mau nambal ban, kempes tuh, kena paku”. Anak saya tetap terdiam, tanda dia tidak
mau naik angkot. Akhirnya kuputuskan segera ke bengkel tamban ban, ganti dan
antar anak ke sekolah. Sambil berharap semoga tidak terlalu lama, agar anak
tidak terlambat.
Tidak seberapa jauh mobil saya berjalan, saya temukan
bengkel tamban ban. “Pak, tolong ganti bannya”, saya meminta. Tanpa sepatah
kata pun, si Bengkel menuju roda mobil yang memang terlihat kempes. Sambil
melepas roda, dia berkata agak ketus, “mana bannya”. Saya jawab “ini”, sambil
menunjuk tempat roda di bagasi belakang. Dari intonasi bicaranya, saya merasa
dia meminta saya yang angkat roda serep dan memberikan kepadanya. Tapi sengaja
tidak saya lakukan, karena kondisi saya sedang bersih menuju kantor.
Akhirnya si Bengkel mengambil roda serep dan memasang
sebagai roda kiri belakang. Dia bekerja cepat dan segera selesai. Kemudian angkat
roda yang kempes dan mau menaruh di bagasi. Dengan segera saya katakan, “pak,
tolong tambal tubeless sekalian”. Sekali lagi, dia langsung bekerja tanpa
sepatah kata pun. Dia ambil paku yang nancep di roda, kemudian pasang tubeless,
di pompa pakai kompresor dan akhirnya di taruh di bagasi, selesai. Saya bergumam,
kenapa dia tidak pakai kuncinya, padahal sangat mudah untuk mengunci ban serep
di bagasi. Akhirnya, dengan perasaan tidak nyaman, saya pasang sendiri kunci roda
serep. Kemudian saya tutup bagasi dan selesai.
Saya dekati si Bengkel dan bertanya, “berapa pak?”. Dia menjawan
singkat “dua puluh lima ribu”, tanpa ekpresi. Saya ambil uang dan serahkan
kepadanya, tanpa sepatah kata juga. Segera saya masuk mobil, dan tancap gas
menuju sekolah. Alhamdulillah, anak saya tidak terlambat.
Sambil menuju kantor, saya memuji si Bengkel yang bekerja
cepat, sehingga anak tidak terlambat. Dia juga memenuhi kebutuhan saya, yaitu
mengganti roda kempes dan memasang tubeless. Seluruh harapan saya sudah
diberikan.
Tapi jujur saja, saya
dongkol. Kenapa tidak ada senyum sedikit pun yang terlihat dari wajah dan mulut
nya. Karena perasaan dongkol itu pula, akhirnya saya berpikir lebih jauh,
apakah dia memasang roda belakang dengan baik, cukup kuat? Jangan-jangan asal
nempel aja? Saya juga berpikir, apakah benar ongkosnya Rp 25 ribu? Jangan-jangan dia minta lebih dari biasanya. Akhirnya saya
putuskan, kalau tidak terpaksa, saya tidak akan datang lagi ke bengkel
tersebut.
Itulah keputusan yang sangat ditakuti oleh para perusahaan penyedia jasa, ‘saya tidak akan datang lagi’. Padahal kebutuhan saya sudah terpenuhi semua. Masalahnya saya hanya satu, tidak melihat senyum dan keramahan.
Komentar
Posting Komentar