Kemarin saya turun ke lapangan, mengunjungi teman-teman yang sedang buka stand penjualan di berbagai lokasi.
Pada acara briefing, salah seorang teman bertanya kepada saya, "Pak, bagaimana kami bisa meningkatkan penjualan?" Setelah berpikir sejenak, saya jawab pertanyaan tersebut sebagai berikut.
1. Value for money. Atau ada harga ada rupa
Jangan panik, jika pelanggan membandingkan produk kita dengan pesaing yang harganya lebih murah.
Avanza dijual lebih mahal dari Xenia, padahal barangnya serupa. iPhone dijual lebih mahal dari Galaxy S, padahal kualitasnya setara. Di kamar hotel Aqua dijual 15 ribu, padahal di trotoar depan ada kaki lima menjual barang yang sama dengan harga 3 ribu.
Reputasi penjual kadang dihargai lebih mahal dari produknya. Karena seringkali pelanggan memang ingin membeli reputasi penjualnya. Reputasi berarti sejarah, pengalaman, nama baik, jaminan dan kepercayaan.
2. Tambahkan nilai emosional
Survey global menyimpulkan bahwa 50% pembeli melakukan transaksi dengan pertimbangan emosional. Jika angka global 50, saya yakin angka emosional di Indonesia lebih tinggi.
Karenanya, jangan hanya fokus kepada nilai rasional produk, tapi singgunglah nilai emosionalnya. Bisa jadi pelanggan tidak terlalu membutuhkan nilai rasional, karena dia malas untuk mengetahuinya.
Saya membeli sedan Toyota, padahal saya tidak tahu apa kelebihannya dibanding Honda. Bahkan sampai sekarang, saya belum sekali pun membuka kap mesinnya. Begitu juga ketika saya memutuskan untuk membeli tablet Galaxy, saya pun belum mendalami apa kelebihannya dari tablet Sony.
Sampaikan kepada pelanggan, bahwa teman dekatnya telah menggunakan produk kita. Sampaikan juga kalau produk kita bisa sedikit mengangkat status sosial. Melalui produk kita, dia juga bisa bergabung dengan berbagai komunitas yang mereka sukai.
3. Insight selling
Saya punya teman yang sering main pingpong bersama setiap minggu pagi. Suatu ketika dia SMS kepada saya. Isinya seperti ini, "Pak, perusahaan saya sedang investasi sarang burung walet untuk tujuan export ke China. Kami sedang ekspansi lahan diberbagai wilayah. Kami butuh dana. Kami menawarkan kesempatan kepada investor dengan return 3-10% per bulan. Apakah Bapak berminat?".
Saya sempat mempertimbangkan penawaran tersebut, akhirnya kuputuskan untuk menjawab sebagai berikut, "Terima kasih Pak penawarannya. Return-nya terlihat sangat menarik. Karena saat ini saya sedang fokus terhadap pekerjaan, mohon maaf belum bisa bergabung. Mungkin lain waktu akan saya pertimbangkan".
Isi jawaban saya adalah:
- Return menarik,
- Saya sedang fokus pekerjaan sehingga tidak bisa bergabung
- Suatu saat mungkin bisa bergabung
Betulkan isi hati saya persis seperti isi SMS? Tidak! Sebenarnya saya tidak percaya kepada perusahaan tersebut, karena tawaran return yang terlalu tinggi. Dalam pandangan saya, return 1-2% per bulan sudah cukup masuk akal. Kenapa perusahaan tersebut berani menawarkan 3-10% ?
Sejujurnya saya juga belum percaya dengan teman saya. Karena selama ini saya hanya mengenalnya sebagai teman pingpong. Belum pernah saya ketahui pengalamannya dalam bisnis.
Tapi, tidak mungkin saya menjawab SMS tersebut apa adanya. Karena dia seorang teman dan saya harus menghormatinya.
Cerita tersebut menggambarkan bahwa sebagian calon pembeli menjawab pertanyaan dengan basa-basi. Mereka menjawab tidak jujur.
Seorang penjual harus mampu menangkap isyarat dari setiap jawaban calon pembeli. Tanpa kemampuan memahami jawaban, penjual pasti akan salah memberi respon balik. Pada akhirnya, pasti gagal menjual.
Itulah insight selling.
Komentar
Posting Komentar