Negerimu luar biasa, kita layak membanggakannya, paling tidak mengapresiasi. Banyak destinasi menjadi tempat belajar yang menyenangkan, juga bermanfaat. Kenalilah negerimu sebelum engkau mengenal negeri orang.
Itulah tiga pesan yang ingin kusampaikan kepada anak-anakku pada liburan kali ini. Tour De Java. Itulah tema liburan kami menyongsong tahun baru 2014.
Selasa pagi, tanggal 24 Desember 2013, kami meninggalkan Pondok Gede, tempat kami tinggal. Jam di dashboard mobil menunjukkan sekira pukul 06.30. Setelah mampir di SPBU dekat rumah, segera mobil kami masuk tol Cikampek. Tidak disangka, ternyata jalan tol empat jalur itu sudah cukup sesak di padati mobil arah ke Bandung. Namun, macet tidak sedikit pun mengurangi semangat kami untuk berkeliling jawa.
Kami melaksanakan tur delapan hari. Berangkat dari Jakarta menempuh perjalanan darat melalui jalur Pantai Utara menuju Surabaya. Selanjutnya ke Malang dan meneruskan perjalanan melalui Pantai Selatan menuju Bandung. Dan akhirnya sampai kembali di Jakarta.
Kota pertama yang kami kunjungi adalah Cirebon, selanjutnya Pekalongan, untuk menginap ke kota batik tersebut.
Kota berikutnya Semarang, Demak dan Kudus. Kudus menjadi tempat menginap di malam kedua. Sedangkan di malam ketiga, kami menginap di Surabaya.
Malam keempat kami tinggal di Batu Malang. Tempat yang dingin, pusat wisata paling populer di Jawa Timur.
Pada malam kelima kami menginap di Madiun, dan malam berikutnya tinggal di Jogja. Malam terakhir, yaitu malam ketujuh, kami menikmati dinginnya kota kecil Ciamis. Perjalanan kami lanjutkan di hari kedelapan, menuju kota asal, Jakarta.
Sepintas kami rasakan, sepanjang jalan utara dan selatan boleh dibilang relatif bagus, jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun, secara pribadi saya kurang puas, karena saya punya pembanding, yaitu Malaysia dan Thailand. Tentu saya tidak mungkin membandingkan Indonesia dengan negara seperti Taiwan dan Korea, apalagi Singapura.
Lebih dari sepertiga waktu kami habis di jalan. Sepertiga berikutnya untuk istirahat di hotel, dan kurang dari sepertiga sisanya untuk menikmati berbagai destinasi wisata. Seandainya jalan raya sudah jauh lebih baik, tentunya kami punya lebih banyak waktu menikmati indahnya berlibur.
Namun, pada tulisan ini, saya tidak akan membicarakan kondisi jalan. Saya hanya berharap semoga pihak yang terkait segera meyakini, bahwa infrastruktur, khususnya jalan raya, sangat dibutuhkan rakyat, termasuk untuk urusan wisata.
Berikut cerita mengenai berbagai tempat menarik selama perjalanan Tour De Java.
Keraton Kesepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan Cirebon memang tidak sepopuler Keraton Yogyakarta dan Solo. Pengunjung di Keraton ini juga tidak seramai di dua kota tersebut.
Saya tidak tahu pasti kenapa tempat ini kurang populer. Yang pasti karena saya tidak mendalami sejarah tentang Cirebon. Namun dari penglihatan seorang awan, setidaknya saya melihat beberapa kelemahan keraton, antara lain. Pertama, Koleksi benda sejarah relatif sedikit. Kedua, akses menuju lokasi belum disiapkan dengan baik. Ketiga, tour guide belum disiapkan dengan baik dan adanya kesan meminya-minta recehan.
Terlepas dari kelemahan diatas, Keraton Cirebon layak dikunjungi, untuk menambah pemahaman dan apresiasi remaja kepada sejarah. Apalagi saat ini pemerintah Cirebon sedang merenovasi dan membenahi tempat bersejarah tersebut.
Keraton Kesepuhan berisi benda-benda sejarah dari tahun 1400-an, yaitu jaman Sultan Gunung Jati. Pada masa penjajahan Belanda, kerajaan terpecah menjadi dua, Sultan Sepuh dan Suktan Anom. Sehingga, saat ini di Cirebon ada dua Keraton, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Di tempat yang sekira seluas lapangan bola ini kita bisa menyaksikan kereta kuda asli tunggangan Sultan. Juga berbagai senjata asli pasukan kerajaan. Selebihnya kita melihat 5 gedung ukuran sedang dan beberapa ruangan kecil yang masih memiliki desain asli, dengan beberapa renovasi.
Tiket masuk antara 5-10 ribu rupiah per orang. Ada beberapa tour guide yang siap membantu kita, dengan tips sesuai keikhlasan.
Jika kita datang membawa motor, bisa parkir di lokasi Keraton. Namun jika membawa mobil, harus diparkir sekitar satu kilo dari lokasi. Kemudian kita harus jalan kaki menembus pasar kagetan sampai di pintu gerbang keraton.
Gambar Keraton Kasepuhan, klik di sini
Lawang Sewu Semarang
Berlokasi tepat di bundaran Tugu Pemuda, membuat akses ke lokasi ini sangat mudah dijangkau. Sayang venue ini tidak mempunyai lahan parkir yang memadai, sehingga mobil harus diparkir di tempat lain, yang kadang bisa jauh dari lokasi.
Lawang Sewu merupakan salah satu cagar budaya Semarang. Bahkan menjadi salah satu landmark.
Lawang Sewu menyuguhkan keaslian bangunan kuno, dengan desain khas Eropa yang mempesona. Disebut Lawang Sewu, karena jumlah pintu yang sangat banyak, mungkin seribu pintu. Pada awalnya bangunan ini digunakan sebagai kantor kereta api pada jaman pemerintahan Belanda.
Ada lima gedung di area ini. Disebut gedung A, B, C, D dan E. Gedung A adalah gedung utama, B sebagai tempat penjualan barang dan souvenir, C sebagai museum, sedangkan D dan E merupakan gedung-gedung yang lebih kecil.
Sebelum direnovasi, bangunan ini sempat kosong untuk waktu yang cukup lama. Sehingga wajar, jika ada kesan serem. Bahkan banyak yang percaya, sering muncul penampakan di dalam bangunan ini.
Gambar Lawang Sewu, klik di sini.
Masjid Agung Demak
Masjid Demak dibangun sekitar tahun 1400-an, semasa perjuangan wali songo. Empunya adalah Sunan Kalijogo.
Masjid Demak konon adalah masjid pertama di tanah Jawa. Di tengah masjid ini berdiri tegak empat pilar yang dibangun para wali. konon pilar tersebut terbuat dari tatah kayu.
Masjid Demak menjadi pusat penyebaran agama islam di tanah Jawa. Wajar jika saat ini masjid tersebut sangat monumental. 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tanpa henti para peziarah memadati masjid dan makam Demak. Kurang afdol rasanya berziarah wali songo bila tidak sampai ke tempat ini.
Ciri khas masjid ini, mempunyai atap tiga lapis. Bentuknya mirip pendopo kerajaan. Dulu masjid ini serasa besar dn lapang. Namun saat ini kesan tersebut kurang terasa, mungkin karena saat ini sudah banyak masjid besar.
Masjid Demak terletak di pusat kota, tepat di sisi alun-alun Demak. Sedangkan makam wali terletak di belakang masjid. Karena lokasinya yang sangat strategis, masjid ini menjadi selalu ramai di ziarahi kaum muslimin.
Gambar Masjid Demak, klik di sini
Menara Kudus
Seperti halnya Masjid Demak, Menara Kudus juga merupakan peninggalan wali songo, tepatnya Sunan Muria.
Sebetulnya di tempat ini berdiri masjid, menara dan makam, sama seperti halnya di Demak. Namun karena bentuk menaranya cukup unik, orang menyebutkan venue ini sebagai Menara Kudus.
Bentuk menara memang cukup unik. Tidak ada duanya di dunia. Terbuat dari susunan batu merah, dengan ukuran lebar dan panjang sekitar tiga meter dengan tinggi sedikit di atas tinggi masjid. Mungkin desain menara terinspirasi oleh candi-candi di Jawa.
Sedangkan desain masjid, mirip dengan masjid Demak. Mirip pendopo dengan pilar kuat di sisi tengah masjid.
Jika Masjid Demak terletak di alun-alun kota sekaligus sebagai Masjid Agung, Menara Kudus tidak berada di alun-alun. Tepatnya di Jalan Menara, berjarak sekira 10 menit dari alun-alun arah ke Jepara.
Seperti halnya Masjid Demak, makam wali songo terletak di belakang masjid.
Gambar Menara Kudus, klik di sini
Museum Kretek Kudus
Sebagai 'kota rokok', sangat wajar jika Kudus memiliki musem kretek. Meseum terletak beberapa menit dari pusat kota.
Koleksi di museum memang relatif sedikit, namun tetap menarik bagi anak-anak. Karena museum ini juga menyediakan arena berenang, rumah balon dan berbagai arena mainan anak yang lain.
Koleksi museum merupakan perjalanan sejarah pabrik-pabrik rokok di Kudus. Dari pabrik rokok pertama, yaitu rokok Niti Semito hingga rokok Djarum yang paling besar saat ini.
Yang membuat kagum, ternyata pabrik rokok di Kudus sudah berdiri sejak awal tahun 1900-an. Tidak hanya satu atau dua pabrik, melainkan banyak, lebih dari sepuluh merk rokok. Dan ternyata, mereka sudah melaksanakan strategi promosi yang sangat kreatif sejak tahun 1950-an. Sehingga tidak heran, jika cara-cara promosi rokok saat ini selalu menjadi trend setter, karena mereka memang sudah berpengalaman sejak lama.
Kondisi museum memang kurang megah, jauh dari kondisi House of Sampoerna di Surabaya. Mungkin karena museum ini dikelola oleh Pemda Kudus dengan sedikit anggaran. Dan mungkin tidak mendapat dukungan penuh dari Djarum.
Gambar Museum Kretek, klik di sini
Surabaya
Surabaya memiliki destinasi wisata yang tidak sedikit. Dari yang berkelas lokal sampai Asia Tenggara, seperti Ciputra Park. Namun karena keluarga kami sudah pernah tinggal di Surabaya selama enam tahun, kami memutuskan tiga destinasi saja, yaitu jembatan suramadu, taman bungkul, dan masjid Al-Akbar.
Jatim Park, Batu, Malang
Kota Batu merupakan destinasi wisata paling populer di Jawa Timur. Kota yang berada di pegunungan dengan suhu dingin ini menjadi tempat favorit, tidak hanya bagi warga Surabaya, tapi juga orang dari Jakarta dan pulau lain.
Gambar Jatimpark, klik di sini
Untuk gambar lengkap Tour De Java, silahkan klik di sini.
Komentar
Posting Komentar