Speedtest |
Mimpi? Tidak. Lihatlah gambar di
sebelah! Dengan speedtest, kecepatan download internet pakai smartphone bisa tembus 39,22 Mbps dan upload 20,67 Mbps. Mau coba?
Mohon maaf, Indonesia masih harus
menunggu. Angka tersebut di ambil di Hongkong, negara yang telah mengadopsi
teknologi 4G-LTE.
Kecepatan internet di perumahan lebih
mencengangkan. Lihat gambar di atas! Speedtest mencatat kecepatan download 74,6 Mbps. Dengan teknologi
FTTH-GPON (Fiber to the Home - Gigabit-capable Passive Optical Networks),
salah satu operator fixed broadband,
PCCW telah menjual internet dengan kecepatan ratusan mega, sejak empat tahun
yang lalu.
Hongkong memang menjadi surga bagi
para penggila internet. Laporan Akamai kuartal I tahun 2013 menyebutkan,
rata-rata kecepatan internet di negeri ini mencapai 10,9 Mbps, menempati posisi
ketiga tercepat di dunia. Jauh di atas Indonesia yang berada di posisi 104
dunia dengan kecepatan 1,5 Mbps.
Indonesia perlu segera mendorong
percepatan broadband. Karena setiap
peningkatan penetrasi broadband 10% akan mendorong kenaikan Gross Domestic Bruto (GDB) sebesar
1,38%. Dan yang lebih penting, broadband
dipastikan bakal menjadi infrastruktur kunci untuk Indonesia masa depan.
Fixed Broadband
Jumlah pelanggan fixed broadband di Indonesia belum mencapai 3,5 juta, sehingga
penetrasinya di bawah 1,5 % dari total penduduk. Dari jumlah itu pun, lebih
dari separo adalah paket dengan kecepatan di bawah satu mega.
Kondisi Indonesia memang unik,
sekaligus memprihatinkan. Akses broadband
mengandalkan mobile, sementara fixed tertinggal sangat jauh. Idealnya, fixed broadband yang menjadi tumpuan,
karena menjamin stabilitas dan kecepatan yang jauh diatas mobile.
Namun demikian, Indonesia masih punya
harapan untuk percepatan fixed broadband.
Setidaknya dua operator besar telah menyiapkan teknologi yang relevan. Perlu
dukungan semua pihak, terutama pemerintah, agar pertumbuhannya bisa dipercepat.
Telkom telah menggelar FTTH-GPON, teknologi
yang juga dikembangkan PCCW di Hongkong. GPON dapat berevoluasi menuju 10G-PON
dan TWDM-PON yang secara teori mampu mengirim data dengan kecepatan giga.
Sementara, First Media telah menggelar HFC (Hybrid-Fiber-Coaxial),
dan bulan ini mulai menawarkan internet dengan kecepatan 100 mega.
Menaruh Harapan kepada LTE
Meski masih ada peluang, berharap broadband for everyone melalui fixed broadband relatif sangat sulit, setidaknya
karena tiga alasan berikut. Pertama, penetrasi fixed line di bawah 4%, masih sangat rendah. Kedua, investasi fixed broadband jauh lebih mahal dan
komplek. Ketiga, tingkat kompetisi fixed
broadband relatif rendah, sehingga harga cenderung mahal.
Pada November 2009, pemerintah
menetapkan pemenang tender lisensi WiMAX untuk 15 zona nasional. Teknologi ini
sebetulnya setara 4G dan memiliki spesifikasi yang sebanding dengan LTE, bahkan
menjadi pesaing LTE. Namun sayang, WiMAX telah layu sebelum berkembang.
Tinggal satu harapan untuk percepatan broadband for everyone, yaitu LTE (Long Term Evolution). LTE adalah standar
komunikasi data nirkabel dengan kecepatan tinggi yang berbasis pada jaringan
GSM/EDGE dan UMTS/HSPA. Secara teori teknologi ini mampu mengunduh data dengan
kecepatan 300 Mbps dan unggah 75 Mbps. Teknologi yang sudah dipakai lebih dari 90
negara ini, dipercaya bakal menjadi standar jaringan seluler global, baik untuk
GSM maupun CDMA.
Dari sisi operator, adopsi LTE di
Indonesia boleh di bilang siap. Telkomsel dan XL telah melakukan uji coba sejak
tahun 2010. Pada beberapa kesempatan, kedua operator ini juga telah menyatakan
kesiapannya. Bahkan, bulan ini mereka unjuk kehebatan LTE pada gelaran KTT APEC
2013 di Bali.
Mengenai kesiapan vendor jaringan,
tidak diragukan lagi. Mereka telah berpengalaman melakukan implementasi LTE di
berbagai belahan dunia, bahkan diantaranya telah melakukan uji coba LTE
Advanced di Hongkong. Di Indonesia, vendor jaringan telah aktif
menyelenggarakan berbagai seminar dan mendukung penuh adopsi LTE.
Bagaimana dengan kesiapan smartphone? Tidak ada masalah. Sejak dua
tahun terakhir, hampir semua smartphone
keluaran baru selalu dilengkapi kemampuan LTE. Seluruh promo smartphone, terutama di negara yang
sudah implementasi LTE seperti Hongkong, selalu menonjolkan kemampuan LTE.
Sebut saja tujuh smartphone terbaru
yang pasti anda kenal, iPhone 5s, Blackberry Q10, Samsung Galaxy S4, LG G2,
Sony Xperia Z1, HTC One 801s, Nokia Lumia 1020.
Apakah pengguna sudah siap? Beberapa
pejabat pemerintah berargumen, bahwa pengguna belum siap, karenanya LTE belum
mendesak. Pandangan ini amat berpihak, karenanya patut diragukan.
Berikut tiga fakta yang tidak sejalan dengan
pandangan di atas. Pertama, ABI
Research melaporkan jumlah pengguna LTE pada kuartal I tahun 2013 telah
mencapai 108 juta, dan diperkirakan bakal menyentuh satu miliar pada tahun
2017. Angka ini sangat fantastis, mengingat LTE komersial pertama lahir pada
Desember 2009.
Kedua, International
Data Corporation (IDC) memperkirakan pertumbuhan penjualan smartphone tahun ini berkisar 40%, dan
menyentuh angka 1 miliar untuk pertama kalinya. Promo LTE oleh operator memberi
kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan tersebut.
Ketiga, iPhone 5 mencetak rekor penjualan
sebanyak 9 juta dalam kurun kurang dari seminggu. Perlu diketahui, angka
tersebut didominasi oleh penjualan operator yang sedang gencar promosi LTE.
Jika operator, vendor, smartphone dan pengguna sudah siap,
apalagi yang tersisa? Regulasi. Sampai dengan saat ini pemerintah belum menyediakan
frekuensi untuk LTE.
Pada awalnya pemerintah berencana
menggunakan frekuensi yang saat ini dipakai oleh televisi analog. Namun sayang,
frekuensi ini baru bisa dikosongkan pada tahun 2018. Tentu tidak masuk akal,
jika LTE harus menunggu sampai 2018.
Wacana lain juga muncul, yaitu
memanfaatkan frekuensi CDMA, mengingat operator CDMA tidak lagi seagresif GSM.
Belakangan muncul inisiatif lain, yaitu mengambil sebagian jatah 2G di
frekuensi 1800 MHz. Opsi terakhir dipandang tepat, karena frekuensi ini telah
banyak digunakan di Eropa, Australia dan Asia, termasuk Hongkong.
Apapun pilihannya, pemerintah perlu segera
memutuskan. Masalah frekuensi tidak boleh menjadi alasan. 90 negara yang sudah
mendahului, bukannya tanpa masalah. Mereka telah berhasil menyelesaikan masalahnya
masing-masing. Sebagai contoh, Hongkong berhasil menarik sebagian frekuensi
yang telah dikuasai operator untuk dimanfaatkan LTE.
Jika 90 negara bisa sukses, pasti Indonesia pun bisa. Demi broadband for everyone, demi Indonesia masa depan.
Artikel ini telah dimuat oleh Detik[dot]com tanggal 08/10/13. Silahkan klik berikut untuk mambaca.
BalasHapushttp://inet.detik.com/read/2013/10/08/085600/2380858/398/mencicipi-internet-ngebut-lte-siapa-mau?i992205kol