Langsung ke konten utama

Membangun Landasan Ekonomi Rakyat Melalui Zakat (Bag. 2)


Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.  Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,  yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),  dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (70 : 19 – 27)


C.    MANFAAT ZAKAT

Definisi

Bahasa

                Zakat berasal dari kata  Zaka-yazku-zakatan yang berarti mensucikan, menjadi baik, dan tumbuh. Menurut Prof. Dr. Hasbi Ash Shiddiqie zakat berarti nama` (tumbuh subur), thaharah (kesucian) dan barakah (berkah).

Syara`

Menurut Sayyid Sabiq zakat ialah harta yang dikeluarkan seseorang yang merupakan hak ALLAH SWT untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Ia disebut zakat karena di dalam melaksanakannya muzaki mengharapkan berkah, membersihkan jiwa, dan menumbuhkan kebaikan.

Baik dari makna secara lughah (bahasa) maupun syar`I (syara`) zakat mengadung tiga makna penting, yaitu :
·         Suci
·         Berkah
·         Tumbuh.

Yang patut digarisbawahi dari ketiga makna penting tersebut ialah bahwa manfaat terbesar zakat akan diterima oleh muzaki (pemberi zakat) dan bukan mustahik (penerima zakat). Hal inilah yang seharusnya dipahami, dihayati dan disadari oleh seluruh muslim khususnya muslim Indonesia.

Dengan demikian paradigma yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian kalangan muslim bahwa zakat akan banyak memberikan dorongan dan bantuan baik psikologis maupun materi kepada kaum dhuafa tidak sepenuhnya benar. Paradigma ini cenderung akan menumbuhkan mental sombong, merasa telah berjasa, menghitung-hitung dan enggan untuk membayar zakat. Karena pada hakikatnya, zakat akan memberikan manfaat secara instan pertama kali untuk muzaki, sebagaimana tersebut di atas, dan baru setelahnya, juga sebagai konsekunsi logis akan berefek positif pada golongan mustahik.

Keberkahan

Telah disebutkan di atas bahwa disamping dimensi horisontal, zakat memiliki dimensi vertikal yang amat kuat, yakni hubungan antara mahkluk dengan tuhannya. Artinya bahwa seorang insan yang membayar zakat, dia akan senantiasa dan hanya mengharap ridlo ALLAH SWT semata, sekaligus sebagai manifestasi rasa syukur atas nikmat yang telah dianugerahkan ALLAH SWT kepadanya.

Dalam pandangan yang lebih luas, zakat juga akan memberikan keselarasan dan keharmonisan komunikasi antara pihak yang berlebih dengan pihak yang masih kekurangan. Dengan keselarasan dan keharmonisan ini, tentunya akan memberikan nuansa dan iklim yang menyejukkan dalam komunitas tersebut khususnya dan lingkungan luas pada umumnya.

Pertumbuhan

Dalam pandangan individual, tumbuh mengandung arti bahwa zakat merupakan kewajiban, dan kewajiban tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan jika seseorang tidak mengembangkan hartanya. Dan karena zakat merupakan manifestasi dari rasa syukur, maka ALLAH SWT akan senantiasa menambah nikmat insan tersebut atas kegemarannya membayar zakat, sebagaimana ada dalam Al-Quran Al-Karim :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (14:7)

Seseorang yang gemar melakukan zakat sudah sepantasnya tidak akan pernah ada dalam dirinya kekawatiran kekurangan hartanya, karena senantiasa ALLAH SWT akan menambah dan melebihkannya. Dalam hadist riwayat Tarmidzi disabdakan Rosullullah saw :

Harta tidak berkurang karena zakat (Hadist riwayat Tarmidzi)

Dalam pandangan sosial, pengertian tumbuh juga terdapat dalam kenyataan bahwa dengan harta itu kaum fakir dan miskin yang semula merupakan mustahik dapat ditingkatkan kesejahteraanya sehingga menjadi muzaki, juga sarana dan prasarana umum dapat dibangun melalui harta pengumpulan zakat tersebut. Dengan demikian zakat merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, tidak terkecuali masyarakat non muslim.

Kesucian

Suci berarti suci bagi jiwa orang yang membayar zakat. Sebab dengan mambayar zakat dia terhindar dari sifat kikir, rakus, dan tamak yang merupakan sifat-sifat tercela. Juga berarti suci dalam hubungannya dengan harta yang dimilikinya. Sebab dalam setiap harta yang dimiliki seorang muslim di dalamnya terdapat hak orang lain, sebagaimana firman ALLAH SWT :

dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (70:24-25).

Karena disebutkan dalam ayat tersebut, bahwa di dalam harta seorang muslim terdapat di dalamnya harta orang lain, maka bagi muslim yang selalu menyimpan harta dan membelajakannya untuk dirinya sendiri, sesungguhnya dia telah mencuri bagian orang lain, dan untuk itu tidak suci harta dan jiwanya.

Moral dan Sosial-Ekonomi

Hikmah-hikmah moral yang menjadi konsekuensi logis dari pelaksanaan zakat antara lain :
1.       Merupakan manifestasi kesetiakawanan sosial diantara sesama muslim. Hal ini telah nampak amat jelas, karena zakat merupakan redistribusi harta dari yang berkelebihan kepada yang kekurangan dengan semangat keridloan dan keikhlasan. Untuk itu secara inheren akan muncul kesetiakawanan sosial, dimana yang berkelebihan mengasihi yang kekurangan dan sebaliknya yang kekurangan akan menghormati yang berkelebihan, sehingga akan tercipta nuansa yang harmonis.

Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya, adalah ibarat bangunan yang satu, yang bagian-bagiannya saling menopang satu sama lain (Al-Hadist)

2.       Terwujudnya keadilan sosial. Seperti telah banyak dijelaskan pada bagian terdahulu, keadilan sosial tidak dapat dipisahkan dari zakat.

…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu… (59:7)

3.       Memerangi dan menghapuskan kemiskinan.

Disabdakan Rosulullah SAW :
Hampir-hampir kemiskinan itu menyebabkan seseorang menjadi kafir (Al-Hadist).

Dan menurut Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib :
Kalau sekiranya kemiskinan itu makhluk, niscaya aku akan membunuhnya.

Dari dua ayat tersebut jelas sekali nampak bahwa Islam tidak menghendaki ummatnya miskin. Karena kemiskinan sering berakhir kepada kekufuran, keterbelakangan, kekerasan dan kejahatan.

Dan sebagaimana sering kita pahami bersama, berdasarkan penyebabnya, kekerasan dan kejahatan dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu kekerasan personal dan kekerasan struktural. Kekerasan struktural lebih bersifat makro dan merupakan sumber utama dari kekerasan personal. Dikaitkan dengan kemiskinan, maka kemiskinan struktural pun menjadi sumber utama kemiskinan personal.

Namun demikian sebagaimanan kekerasan dan kejahatan, hasil akhir dari kemiskinan struktural maupun personal akan sama. Oleh karenanya penanggulangan kemiskinan harus diarahkan kepada pengentasan kemiskinan struktural dan kemiskinan personal. Zakat merupakan konsep terbaik dari solusi problematika tersebut. Alasan bagi kalimat tersebut terletak pada konsep pengelolaan dan disribusi zakat yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya.


D. Adab dalam Ber-Zakat


Menurut Al-Ghazali dalam Ihya` Ulumuddin Zakat fi-sabilillah merupakan sarana terpenting kedua dalam tazkiyatun-nafs. Karena diantaranya, zakat fi-sabilillah akan menhapus jiwa yang kikir, sebagai sifat buruk manusia. Namun demikian zakat fi-sabilillah dapat memainkan perannya sebagai tazkiyatun-nafs apabila dalam penunaiannya memperhatikan adab zhahir dan bathin.
Berikut tersaji lima macam adab bathin dan zhahir penunaian zakat :
1.       Niat
2.       Bersegera setelah memenuhi haul
3.       Tidak mengeluarkan harta pengganti
4.       Tidak memindahkan zakat ke lokasi/perkempungan/negara lain, jika dilokasi terdekat masih ada yang membutuhkan
5.       Membagi kepada semua ashnaf (yang berhak menerima zakat, sesuai tersebut dalam Al-Quran dan Al-Hadist).

Lebih rinci mengenai adab bathin dalam berzakat adalah bahwa penunaian zakat harus memenuhi beberapa tugas (wazhifah) sebagai berikut :
1.       Memahami kewajiban zakat. Tugas ini mengandung makna :
1.1.     Bahwa mengucapkan kalimat shahadat merupakan komitmen kepada tauhid, kesaksian akan keesaan ALLAH SWT. Syarat bagi komitmen ini adalah orang yang bertauhid tidak memiliki mahbub (yang dicintai) kecuali ALLAH SWT. Karena cinta tidak mengenal adanya persekutuan. Tauhid tidak banyak berarti dalam lisan, karenanya kesempurnaan tauhid harus dibuktikan dengan perbuatan. Dan amal perbuatan pertama yang harus ditunjukkan kepada ALLAH SWT adalah zakat. Karena dengan zakat, orang tersebut telah dengan ikhlas melepaskan apa yang dicintainya dan sekaligus membuktikan kecintaannya hanya kepada ALLAH SWT semata.
1.2.     Membersihkan diri dari sifat kikir.
1.3.     Syukur pada nikmat.
2.       Berkenaan dengan waktu penunaian. Jika telah datang waktu haulnya dan telah tercapai nisabnya, maka baginya timbul kewajiban untuk menyegerakan kewajiban pembayaran zakatnya.
3.       Merahasiakan, jika seandainya penyebutan zakatnya akan membuatnya riya` dan pamrih.

…Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang faqir maka hal itu lebih baik bagi kamu… (2:271).

4.       Menampakkan, apabila diketahui bahwa penampakannya tersebut akan mendorong orang untuk mengikutinya dengan tetap menjaga batin dari dorongan riya`. Di firmankan ALLAH SWT dalam Al-Quran :

Jika kamu manampakkan shodaqoh maka itu adalah baik sekali….. (2: 271)

5.       Tidak merusak zakat dengan membangkit-bangkit dan menyakiti. ALLAH SWT berfirman :

Dan janganlah kamu membatalkan shadaqoh kamu dengan membangkit-bangkit dan menyakiti (2:264)

Para ulama sepakat membangkit-bangkit adalah menyebutkan dan menyakiti adalah menampakkannya.
6.       Menganggap kecil terhadap pemberian zakatnya, karena jika menganggapnya besar, maka ia akan kagum kepadannya dan menimbulkan ujub. Jika kita menganggap kecil keta`atan kepada ALLAH SWT maka keta`atan tersebut akan menjadi besar di sisi ALLAH SWT. Firman ALLAH SWT :

Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi `ujub kerena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun (9:25)

7.       Memilih harta yang paling baik, paling dicintai dan paling halal, karena ALLAH SWT maha baik dan tidak menerima kecuali yang baik.

Berbahagialah hamba yang berinfaq dari harta yang diperolehnya bukan dari maksiat (Diriwayatkan oleh Ibnu `addi dan al-Bazzar).

8.       Memastikan bahwa zakatnya akan diterima oleh orang atau pihak yang akan memanfaatkan zakatnya dengan baik dan benar.
8.1.     Orang yang bertaqwa dan memanfaatkannya dalam jalan ALLAH SWT
8.2.     Para ahli ilmu
8.3.     Orang yang benar-benar bertaqwa dan bertauhid dengan ciri, bila orang tersebut mendapatkan pemberian, ia akan memuji ALLAH SWT.
8.4.     Orang yang menyembunyikan keperluannya, bertawakkal dan tidak mengeluh
8.5.     Orang-orang yang kena penyakit atau terbelenggu oleh suatu hal
8.6.     Termasuk dalam kerabat (namun bukan dalam tanggung jawabnya). Dan pihak-pihak lain yang kiranya dapat memanfaatkan harta pemberian ini untuk kepentingan yang bermanfaat baik untuk pihaknya, lingkungannya, kaummnya atau pun negaranya.


Bersambung ke bagian 3 …

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe...

Pembangun Peradaban, Para Nabi dan Raja, Sejak Penciptaan hingga Menjelang Islam

Judul Buku : Pembangun Peradaban, Para Nabi dan Raja, Sejak Penciptaan hingga Menjelang Islam Penulis : Muhammad Yusuf Release : Maret 2024 Halaman : XIV + 162 Hal Format : Flipbook, eBook (PDF), Cetak (PDF Book Fold), Website. DOWNLOAD GRATIS: Edisi 2, April 2024 : FLIPBOOK    |    PDF EBOOK    |    PDF BUKU CETAK   Edisi 1, Maret 2024  : FLIPBOOK    |    PDF EBOOK    |   PDF BUKU CETAK Jika Anda lebih nyaman membaca pada website, silahkan buka masing-masing Bab pada link berikut: PEMBANGUN PERADABAN, Para NABI dan RAJA, Sejak Penciptaan hingga Menjelang Islam PENDAHULUAN -  pendahuluan BAB I  Peradaban Awal -  peradaban-awal-sebelum-4000-sm BAB II  Banjir Nuh dan Dinasti Awal -  banjir-nuh-dan-awal-dinasti-4000-3000-sm BAB III  Masa Kebangkitan Kerajaan -  masa-kebangkitan-kerajaan-3000-2000-sm BAB IV  Tanah yang Dijanjikan -  tanah-yang-di-janjikan-20...

Empat Komponen Manusia

Banyak referensi tentang kehidupan manusia telah saya pelajari, khususnya dari buku-buku tasawuf. Sejauh ini saya pahami bahwa manusia memiliki tiga komponen yang tidak terpisahkan, yaitu fisik, akal dan ruh. Alhamdulillah, pada renungan saya di segmen terakhir bulan ramadhan 1432 H ini, terbuka pemahaman baru mengenai komponen pembentuk manusia. Tentu saya meyakini kebenaran pemahaman ini, tapi bagaimana pun saya tetap membuka kemungkinan adanya pemahaman yang lebih baik. Manusia terbentuk dari empat bagian atau komponen yang tidak terpisahkan, yaitu: Pertama, Fisik atau jasad. Inilah bagian paling mudah dikenali. Fisik merupakan komponen utama dari semua makhluk di bumi ini. Melalui fisik inilah keberadaan makhluk di bumi dapat dilihat, dirasa dan dikenali. Karena komponen fisik ada di seluruh makhluk bumi, baik makhluk hidup maupun mati, maka tingkatan fisik merupakan tingkatan terendah, setara dengan tingkatan tumbuhan, hewan, tanah dan seterusnya. Kedua, Nyawa at...