Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat, yang mereka itu
tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang
meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari
pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (70 : 19 – 27)
C. MANFAAT ZAKAT
Definisi
Bahasa
Zakat
berasal dari kata Zaka-yazku-zakatan
yang berarti mensucikan, menjadi baik, dan tumbuh. Menurut Prof. Dr. Hasbi Ash
Shiddiqie zakat berarti nama` (tumbuh subur), thaharah
(kesucian) dan barakah (berkah).
Syara`
Menurut Sayyid Sabiq zakat ialah harta yang dikeluarkan
seseorang yang merupakan hak ALLAH SWT untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Ia disebut zakat karena di dalam melaksanakannya muzaki
mengharapkan berkah, membersihkan jiwa, dan menumbuhkan kebaikan.
Baik dari makna secara lughah (bahasa) maupun syar`I
(syara`) zakat mengadung tiga makna penting, yaitu :
·
Suci
·
Berkah
·
Tumbuh.
Yang patut digarisbawahi dari
ketiga makna penting tersebut ialah bahwa manfaat terbesar zakat akan diterima oleh
muzaki (pemberi zakat) dan bukan mustahik (penerima zakat). Hal inilah
yang seharusnya dipahami, dihayati dan disadari oleh seluruh muslim khususnya
muslim Indonesia.
Dengan demikian paradigma
yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian kalangan muslim bahwa zakat akan
banyak memberikan dorongan dan bantuan baik psikologis maupun materi kepada
kaum dhuafa tidak sepenuhnya benar. Paradigma ini cenderung akan menumbuhkan
mental sombong, merasa telah berjasa, menghitung-hitung dan enggan untuk
membayar zakat. Karena pada hakikatnya, zakat akan memberikan manfaat secara
instan pertama kali untuk muzaki, sebagaimana tersebut di atas, dan baru
setelahnya, juga sebagai konsekunsi logis akan berefek positif pada golongan
mustahik.
Keberkahan
Telah disebutkan di atas
bahwa disamping dimensi horisontal, zakat memiliki dimensi vertikal yang amat
kuat, yakni hubungan antara mahkluk dengan tuhannya. Artinya bahwa seorang
insan yang membayar zakat, dia akan senantiasa dan hanya mengharap ridlo ALLAH
SWT semata, sekaligus sebagai manifestasi rasa syukur atas nikmat yang telah
dianugerahkan ALLAH SWT kepadanya.
Dalam pandangan yang lebih luas,
zakat juga akan memberikan keselarasan dan keharmonisan komunikasi antara pihak
yang berlebih dengan pihak yang masih kekurangan. Dengan keselarasan dan
keharmonisan ini, tentunya akan memberikan nuansa dan iklim yang menyejukkan
dalam komunitas tersebut khususnya dan lingkungan luas pada umumnya.
Pertumbuhan
Dalam pandangan
individual, tumbuh mengandung arti bahwa zakat merupakan kewajiban, dan
kewajiban tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan jika seseorang tidak
mengembangkan hartanya. Dan karena zakat merupakan manifestasi dari rasa
syukur, maka ALLAH SWT akan senantiasa menambah nikmat insan tersebut atas kegemarannya
membayar zakat, sebagaimana ada dalam Al-Quran Al-Karim :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih". (14:7)
Seseorang yang gemar melakukan
zakat sudah sepantasnya tidak akan pernah ada dalam dirinya kekawatiran
kekurangan hartanya, karena senantiasa ALLAH SWT akan menambah dan
melebihkannya. Dalam hadist riwayat Tarmidzi disabdakan Rosullullah saw :
Harta tidak berkurang karena zakat (Hadist riwayat
Tarmidzi)
Dalam pandangan sosial,
pengertian tumbuh juga terdapat dalam kenyataan bahwa dengan harta itu kaum
fakir dan miskin yang semula merupakan mustahik dapat ditingkatkan kesejahteraanya
sehingga menjadi muzaki, juga sarana dan prasarana umum dapat dibangun melalui
harta pengumpulan zakat tersebut. Dengan demikian zakat merupakan sumber utama
bagi pembangunan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, tidak terkecuali
masyarakat non muslim.
Kesucian
Suci berarti suci bagi
jiwa orang yang membayar zakat. Sebab dengan mambayar zakat dia terhindar dari
sifat kikir, rakus, dan tamak yang merupakan sifat-sifat tercela. Juga berarti
suci dalam hubungannya dengan harta yang dimilikinya. Sebab dalam setiap harta
yang dimiliki seorang muslim di dalamnya terdapat hak orang lain, sebagaimana
firman ALLAH SWT :
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian
tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai
apa-apa (yang tidak mau meminta) (70:24-25).
Karena disebutkan dalam
ayat tersebut, bahwa di dalam harta seorang muslim terdapat di dalamnya harta
orang lain, maka bagi muslim yang selalu menyimpan harta dan membelajakannya
untuk dirinya sendiri, sesungguhnya dia telah mencuri bagian orang lain, dan
untuk itu tidak suci harta dan jiwanya.
Moral dan Sosial-Ekonomi
Hikmah-hikmah moral yang menjadi konsekuensi logis dari
pelaksanaan zakat antara lain :
1.
Merupakan manifestasi kesetiakawanan sosial diantara
sesama muslim. Hal ini telah nampak amat jelas, karena zakat merupakan
redistribusi harta dari yang berkelebihan kepada yang kekurangan dengan
semangat keridloan dan keikhlasan. Untuk itu secara inheren akan muncul
kesetiakawanan sosial, dimana yang berkelebihan mengasihi yang kekurangan dan
sebaliknya yang kekurangan akan menghormati yang berkelebihan, sehingga akan
tercipta nuansa yang harmonis.
Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin
lainnya, adalah ibarat bangunan yang satu, yang bagian-bagiannya saling menopang
satu sama lain (Al-Hadist)
2.
Terwujudnya keadilan sosial. Seperti telah banyak
dijelaskan pada bagian terdahulu, keadilan sosial tidak dapat dipisahkan dari
zakat.
…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu… (59:7)
3. Memerangi
dan menghapuskan kemiskinan.
Disabdakan Rosulullah SAW :
Hampir-hampir kemiskinan itu menyebabkan seseorang menjadi kafir
(Al-Hadist).
Dan menurut Amirul Mukminin Ali
Bin Abi Thalib :
Kalau sekiranya kemiskinan itu makhluk, niscaya aku akan membunuhnya.
Dari dua ayat
tersebut jelas sekali nampak bahwa Islam tidak menghendaki ummatnya miskin.
Karena kemiskinan sering berakhir kepada kekufuran, keterbelakangan, kekerasan
dan kejahatan.
Dan sebagaimana
sering kita pahami bersama, berdasarkan penyebabnya, kekerasan dan kejahatan
dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu kekerasan
personal dan kekerasan struktural.
Kekerasan struktural lebih bersifat makro dan merupakan sumber utama dari
kekerasan personal. Dikaitkan dengan kemiskinan, maka kemiskinan struktural pun
menjadi sumber utama kemiskinan personal.
Namun demikian
sebagaimanan kekerasan dan kejahatan, hasil akhir dari kemiskinan struktural
maupun personal akan sama. Oleh karenanya penanggulangan kemiskinan harus
diarahkan kepada pengentasan kemiskinan struktural dan kemiskinan personal.
Zakat merupakan konsep terbaik dari solusi problematika tersebut. Alasan bagi
kalimat tersebut terletak pada konsep pengelolaan dan disribusi zakat yang akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.
D. Adab dalam Ber-Zakat
Menurut Al-Ghazali dalam Ihya`
Ulumuddin Zakat fi-sabilillah merupakan sarana terpenting kedua dalam tazkiyatun-nafs. Karena diantaranya,
zakat fi-sabilillah akan menhapus jiwa yang kikir, sebagai sifat buruk manusia.
Namun demikian zakat fi-sabilillah dapat memainkan perannya sebagai tazkiyatun-nafs apabila dalam
penunaiannya memperhatikan adab zhahir dan bathin.
Berikut tersaji lima macam adab
bathin dan zhahir penunaian zakat :
1.
Niat
2.
Bersegera setelah memenuhi haul
3.
Tidak mengeluarkan harta pengganti
4.
Tidak memindahkan zakat ke lokasi/perkempungan/negara
lain, jika dilokasi terdekat masih ada yang membutuhkan
5.
Membagi kepada semua ashnaf (yang berhak menerima
zakat, sesuai tersebut dalam Al-Quran dan Al-Hadist).
Lebih rinci mengenai adab bathin
dalam berzakat adalah bahwa penunaian zakat harus memenuhi beberapa tugas (wazhifah) sebagai berikut :
1.
Memahami kewajiban zakat. Tugas ini mengandung makna :
1.1.
Bahwa mengucapkan kalimat shahadat merupakan komitmen
kepada tauhid, kesaksian akan keesaan ALLAH SWT. Syarat bagi komitmen ini
adalah orang yang bertauhid tidak memiliki mahbub
(yang dicintai) kecuali ALLAH SWT. Karena cinta tidak mengenal adanya
persekutuan. Tauhid tidak banyak berarti dalam lisan, karenanya kesempurnaan
tauhid harus dibuktikan dengan perbuatan. Dan amal perbuatan pertama yang harus
ditunjukkan kepada ALLAH SWT adalah zakat. Karena dengan zakat, orang tersebut
telah dengan ikhlas melepaskan apa yang dicintainya dan sekaligus membuktikan
kecintaannya hanya kepada ALLAH SWT semata.
1.2.
Membersihkan diri dari sifat kikir.
1.3.
Syukur pada nikmat.
2.
Berkenaan dengan waktu penunaian. Jika telah datang
waktu haulnya dan telah tercapai nisabnya, maka baginya timbul kewajiban untuk
menyegerakan kewajiban pembayaran zakatnya.
3.
Merahasiakan, jika seandainya penyebutan zakatnya akan
membuatnya riya` dan pamrih.
…Dan jika kamu menyembunyikannya dan
memberikannya kepada orang-orang faqir maka hal itu lebih baik bagi kamu…
(2:271).
4.
Menampakkan, apabila diketahui bahwa penampakannya
tersebut akan mendorong orang untuk mengikutinya dengan tetap menjaga batin
dari dorongan riya`. Di firmankan ALLAH SWT dalam Al-Quran :
Jika kamu manampakkan shodaqoh maka itu
adalah baik sekali….. (2: 271)
5.
Tidak merusak zakat dengan membangkit-bangkit dan
menyakiti. ALLAH SWT berfirman :
Dan janganlah kamu membatalkan shadaqoh kamu
dengan membangkit-bangkit dan menyakiti (2:264)
Para ulama
sepakat membangkit-bangkit adalah menyebutkan dan menyakiti adalah
menampakkannya.
6.
Menganggap kecil terhadap pemberian zakatnya, karena
jika menganggapnya besar, maka ia akan kagum kepadannya dan menimbulkan ujub.
Jika kita menganggap kecil keta`atan kepada ALLAH SWT maka keta`atan tersebut
akan menjadi besar di sisi ALLAH SWT. Firman ALLAH SWT :
Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di
waktu kamu menjadi `ujub kerena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu
tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun (9:25)
7.
Memilih harta yang paling baik, paling dicintai dan
paling halal, karena ALLAH SWT maha baik dan tidak menerima kecuali yang baik.
Berbahagialah hamba yang berinfaq dari harta
yang diperolehnya bukan dari maksiat (Diriwayatkan oleh Ibnu `addi dan
al-Bazzar).
8.
Memastikan bahwa zakatnya akan diterima oleh orang atau
pihak yang akan memanfaatkan zakatnya dengan baik dan benar.
8.1.
Orang yang bertaqwa dan memanfaatkannya dalam jalan
ALLAH SWT
8.2.
Para ahli ilmu
8.3.
Orang yang benar-benar bertaqwa dan bertauhid dengan
ciri, bila orang tersebut mendapatkan pemberian, ia akan memuji ALLAH SWT.
8.4.
Orang yang menyembunyikan keperluannya, bertawakkal dan
tidak mengeluh
8.5.
Orang-orang yang kena penyakit atau terbelenggu oleh
suatu hal
8.6.
Termasuk dalam kerabat (namun bukan dalam tanggung
jawabnya). Dan pihak-pihak lain yang kiranya dapat memanfaatkan harta pemberian
ini untuk kepentingan yang bermanfaat baik untuk pihaknya, lingkungannya,
kaummnya atau pun negaranya.
Bersambung ke bagian 3 …
Komentar
Posting Komentar