Sebagai
perusahaan ICT terbesar, Telkom selalu menarik perhatian publik
Indonesia. Forbes mencatat kapitalisasi pasar Telkom sebesar 14,9
miliar dollar AS dan menempatkannya sebagai perusahaan terbuka
terbesar keempat di Indonesia di bawah BRI, Bank Mandiri dan BCA.
Tidak hanya menjadi yang terbesar, berbagai prestasi Tekom di tingkat
internasional telah mengharumkan nama bangsa. Ajang 2nd Asian
Excellence Recognition Award 2012 yang diselenggarakan baru-baru ini
oleh Majalah Corporate Governance Asia di Hong Kong, menobatkan
Telkom sebagai The Best Environmental Responsibility dan The Best
Investor Relations Professional. Karenanya wajar jika pergantian
direksi perusahaan yang menempatkan saham di New York Stock Exchange
dan memiliki pelanggan 129 juta ini banyak diulas media.
Pergantian
direksi kali ini tentu lebih menarik disimak dari sebelumnya. Bukan
karena Telkom sebagai perusahaan besar, namun karena nama-nama yang
muncul adalah kalangan muda, jejak pendidikan prestisius, brilian,
kompeten di bidangnya dan seluruhnya dari internal Telkom. Tentu saja
publik akan menghubungkan fenomena ini dengan Menteri BUMN Dahlan
Iskan.
Seperti
banyak diberitakan, Jumat (11/5) Kementrian BUMN telah menunjuk
jajaran direksi baru Telkom. Jabatan Direktur Utama yang semula
dipegang Rinaldi Firmansyah dipercayakan kepada Arief Yahya (51).
Direktur Keuangan kepada Honesti Basyir (44), Direktur Human Capital
and General Affair kepada Priyantono Rudito (45), Direktur Compliance
and Risk Management kepada Ririek Adriansyah (49) dan Direktur
Information and Technology kepada Indra Utoyo (50). Sedangkan untuk
Direktur Network and Solution, Direktur Enterprise and Whole Sale
dan Direktur Konsumer masing-masing di amanahkan kepada Rizkan
Chandra (43), M Awaludin (44) dan Sukardi Silalahi (47).
“Umur
semua direksi baru di bawah 45 tahun” demikian ungkapan Dirut yang
ditulis salah satu media. Meskipun ungkapan tersebut tidak sepenuhnya
benar, namun susunan direksi yang didominasi umur 43, 44 dan 45 tahun
benar-benar memberi kesan “di bawah 45”. Lebih lanjut Dirut
menyebut formasi tersebut sebagai green team.
Arief
Yahya telah menjadi direksi sejak berumur 43 tahun. Sebelumnya Arief
menjabat sebagai Direktur Enterprise and Whole Sale, Kepala Divisi
Jawa Timur dan Kepala Divisi Kalimantan. Pria yang bergabung Telkom
sejak 1986 ini merupakan alumni Teknik Elektro ITB dan telah
mengantongi gelar Master dari University of Surrey, UK.
Indra
Utoyo menjadi Direktur IT, Solution & Strategic Portfolio sejak
Februari 2007. Bergabung dengan Telkom mulai 1986, Indra sebelumnya
sempat menduduki posisi sebagai Senior General Manager pada unit
Information System Center. Pria kalem yang hobi Bulu Tangkis ini
adalah alumni Elektro ITB dan University of London, UK.
Muhammad
Awaluddin bergabung dengan Telkom sejak 1991. Sepanjang kariernya
Awaluddin telah menempati berbagai posisi pimpinan operasional,
sehingga pengalaman dan kompetensinya tidak diragukan lagi.
Sebelumnya Awaluddin sempat menempati posisi sebagai Direktur Utama
PT Infomedia Nusantara, Kepala Divisi Jaringan Akses dan Kepala
Divisi Sumatra. Pekerja keras yang sering di panggil Pak Awal ini
cukup aktif memanfaatkan socail media untuk bersosialisasi. Pak Awal
adalah alumni Universitas Sriwijaya dan European University.
Sejak
bergabung dengan Telkom tahun 1993 Rizkan Chandra banyak menggeluti
bidang teknik. Pemahamannya tentang teknologi telekomunikasi
menempatkan Rizkan pada posisi prestisius baik di lingkungan Telkom
maupun komunitas global. Sebelum menjabat Direktur Network and
Solution, Rizkan menduduki posisi Direktur Utama PT Sigma Cipta
Caraka, salah satu anak perusahaan Telkom dibidang teknologi
informasi. Rizkan juga sempat menduduki posisi Vice President
Infrastructure & Service Planning. Direktur termuda ini merupakan
alumni ITB dan National University of Singapore.
Tantangan
Berat bagi Telkom
Telkom
cukup beruntung, karena Kementrian BUMN telah mengamanatkan posisi
direksi kepada mereka yang memiliki dedikasi dan kompentensi sepadan.
Telkom memang besar dan memiliki prestasi segudang. Namun tantangan
yang dihadapi saat ini sungguh sangat berat. Karenanya momentum
penunjukan kalangan muda yang profesional dan brilian merupakan
pilihan yang sangat tepat.
Kenapa
tantangan Telkom sangat berat? Setidaknya ada beberapa alasan
berikut. Pertama, industri ICT berubah sangat cepat. Lihatlah Yahoo.
Semula menjadi raja search engine, namun pangsa pasarnya saat
ini tinggal 6 persen.. RIM yang lima tahun lalu menjadi dambaan,
tiba-tiba terpuruk dengan pangsa pasar hanya 6,7 persen. Demikian
juga Nokia dan Microsoft yang mati-matian berupaya memulihkan pangsa
pasar yang semakin tergerus. Sementara Google, Facebook, Samsung,
Apple, ARM, merupakan nama-nama yang relatif baru di industri ICT
namun telah berhasil menempati posisi puncak.
Kedua,
berkompetisi melawan BUMN-BUMN negara makmur. Sesungguhnya industri
ICT Indonesia merupakan medan kompetisi global. Telkom bersama anak
perusahaan Telkomsel sedang berjuang melawan kekuatan negara lain.
Indosat dikendalikan oleh Qtel Asia yang bermarkas di Qatar. Sesuai
dengan namanya, XL Axiata didukung penuh oleh induknya Axiata, sebuah
perusahaan ICT regional bermarkas di Malaysia. Three merupakan bagian
dari grup Hutchison, sebuah perusahaan ICT global yang beroperasi di
berbagai belahan benua. Axis mendapat dukungan penuh dari induknya
Saudi Telecom Company (STC), sebuah perusahaan ICT yang telah
beroperasi di berbagai negara Timur Tengah dan Asia.
Ketiga,
penetrasi fixed broadband sangat rendah. Meskipun pengguna internet
sudah mencapai 55 juta akhir tahun lalu, namun jumlah fixed broadband
tidak lebih dari 3 juta, jauh tertinggal dari negara-negara tetangga.
Sementara di negara-negara maju, penetrasi fixed broadband justru
menjadi perhatian serius. Di Eropa penetrasi fixed broadband mencapai
20 persen, dan China berkisar 6,2 persen. Sebagai BUMN, Telkom
memiliki tanggung jawab mewujudkan the true broadband di
Indonesia.
Keempat,
tantangan FWA. Seperti diketahui, pemerintah berencana menghapus
lisensi fixed wireless access (FWA), sehingga operator seluler
bakal mendapat perlakuan dan kewajiban yang sama baik FWA (CDMA)
maupun GSM. CDMA juga mengalami hambatan roadmap teknologi. Banyak
operator CDMA global bermigrasi ke LTE, yang notabene adalah roadmap
path-nya GSM. Flexi, produk Telkom yang mengusung teknologi CDMA,
baru menggenggam sekitar 15 juta pelanggan, tertinggal dari operator
baru Axis dan Three. Dengan kondisi demikian perkembangan dan
strategi Flexi ke depan bakal menjadi pekerjaan rumah bagi direksi
baru.
Mampukah
direksi baru menghadapi tantangan dan terus membesarkan nama Telkom
di kancah regional bahkan internasional? Tentu waktu yang akan
menjawab. Namun setidaknya formasi direksi bentukan Menteri BUMN
Dahlan Iskan ini telah memunculkan optimisme tinggi. Tidak hanya bagi
jajaran karyawan Telkom Group yang mencapai lebih dari 26 ribu, namun
juga pemegang saham mayoritas, pelaku bursa dan seluruh pihak yang
berkepentingan.
Tidaklah
berlebihan, jika para direktur muda “di bawah 45” yang menjadi
dambaan ini disebut sebagai The Dream Team atau mencomot
pernyataan Dirut sebagai The Green Dream Team. Merekalah
pemegang mimpi seluruh stakeholders, juga mimpi publik ICT
Indonesia. Mimpi menjadikan Telkom sebagai operator ICT berkelas
regional bahkan global. Selamat bekerja semoga sukses.
Komentar
Posting Komentar