Seluruh Frekuensi akan Ditata Ulang. “Hal ini karena kita menginginkan teknologi Wimax, 3G dan LTE sebagai andalan untuk level akses bagi jasa data. Caranya dengan menata ulang semua frekuensi”, demikian pernyataan Direktur Penataan Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kemenkominfo Titon Dutono seperti dikutip oleh Detik.com (7/12/11). Akhirnya Pemerintah membuat keputusan yang melegakan, setelah sebelumnya ngotot memaksa Telkomsel pindah dari blok 4 ke 6, karena blok tersebut akan ditempati oleh Axis. Dengan keputusan ini, diharapkan debat kusir dan dukung mendukung yang selama ini terjadi bisa segera mereda. Keputusan ini juga menyelamatkan citra Menkominfo dari sentimen negatif keberpihakan kepada pengusaha asing.
Sebelumnya CITRUS menduga, Pemerintah tidak fair bahkan pro-asing, karena terus memaksa Telkomsel, yang notabene merupakan operator 'paling indonesia', agar segera pindah blok dan memberikannya kepada Axis, operator yang dikendalikan asing. Sementara Kamilov Sagala, yang juga mantan anggota BRTI bersikukuh bahwa Telkomsel harus patuh kepada regulator dan segera pindah ke blok 6.
Perpindahan kanal bukan hal mudah. Operator harus membayar ongkos mahal, tidak hanya ongkos material untuk penggantian perangkat dan fine-tuning, namun termasuk juga ongkos untuk membayar turunnya kepuasan pelanggan akibat permasalahan yang dialami, serta ongkos hilangnya peluang untuk menggenjot penetrasi pasar. Nasib serupa pernah di alami oleh Flexi pada tahun 2008 lalu. Sebelumnya Pemerintah mengalokasikan fekuensi Flexi pada pita 1900 M untuk area Jakarta dan pita 800 M untuk kota lainnya di seluruh Indonesia. Namun pada tahun 2008 Flexi hanya diperbolehkan menempati pita 800 M untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian Flexi harus melakukan migrasi frekuensi khusus untuk area Jakarta dan Bandung. Akibatnya, penetrasi pasar Flexi selama kuran 2006 - 2008 khususnya di area Jakarta dan Bandung menjadi sangat terlambat, hingga akhirnya dua area tersebut di kuasai oleh operator CDMA lain hingga saat ini. Resiko inilah yang sebenarnya sangat dikawatirkan operator, karena operator yang bersangkutan dirugikan, sementara operator lain diuntungkan oleh kesempatan berekspansi.
Penataan kanal frekuensi 3G di pita 2,1 GHz memang masih tarik ulur. Sesuai ketentuan setiap operator berhak menduduki dua blok di pita tersebut. Operator besar masing-masing telah mengantongi dua blok sesuai ketentuan, sementara Axis yang merupakan pendatang baru hanya meminta satu blok di nomor tiga. Seiring bertambahnya pelangan yang mencapai 15 juta, Axis mengajukan satu blok tambahan sebagai haknya, dan menginginkan blok tersebut berurutan, sehingga pilihannya adalah blok nomor empat. Padahal blok nomor empat dan lima saat ini diduduki oleh Telkomsel. Sementara Telkomsel juga mengalami lonjakan pelanggan yang luar biasa, hingga saat ini mencapai 105 juta lebih. Dengan pelanggan sebesar itu, okupansi dua blok kanal yang dimiliki sudah tidak memadai lagi. “Okupansi kanal kami telah mencapai lebih dari 75 persen, jika tidak diberi kanal tambahan, kami kawatir pelanggan akan mengeluhkan kualitas layanan data Telkomsel yang semakin menurun” demikian tanggapan Dirut Telkomsel (5/12/11). Dengan okupansi yang terus bertambah, Telkomsel justru mengajukan permohonan satu kanal tambahan, tentunya yang berurutan dengan blok yang saat ini mereka duduki.
Terhadap permasalahan ini, Pemerintah sebelumnya membuat keputusan yang tidak mengenakkan Telkomsel, dan terasa enak bagi Axis "Kami sudah memutuskan bahwa kanal 1 dan 2 dialokasikan untuk Hutchison CP Telecom (Tri), kanal 3 dan 4 untuk Axis, kanal 5 dan 6 untuk Telkomsel, kanal 7 dan 8 untuk Indosat, dan kanal 9 dan 10 untuk XL," demikian tanggapan Menkominfo bulan lalu seperti dikutip Detik.com (25/11/11). Menanggapi keputusan tersebut, Dirut Telkomsel mengungkapkan penataan frekuensi seharusnya dilakukan menyeluruh, bukan hanya di 3G saja untuk pengembangan teknologi LTE (long term evolution)
Sebelumnya CITRUS menduga, Pemerintah tidak fair bahkan pro-asing, karena terus memaksa Telkomsel, yang notabene merupakan operator 'paling indonesia', agar segera pindah blok dan memberikannya kepada Axis, operator yang dikendalikan asing. Sementara Kamilov Sagala, yang juga mantan anggota BRTI bersikukuh bahwa Telkomsel harus patuh kepada regulator dan segera pindah ke blok 6.
Perpindahan kanal bukan hal mudah. Operator harus membayar ongkos mahal, tidak hanya ongkos material untuk penggantian perangkat dan fine-tuning, namun termasuk juga ongkos untuk membayar turunnya kepuasan pelanggan akibat permasalahan yang dialami, serta ongkos hilangnya peluang untuk menggenjot penetrasi pasar. Nasib serupa pernah di alami oleh Flexi pada tahun 2008 lalu. Sebelumnya Pemerintah mengalokasikan fekuensi Flexi pada pita 1900 M untuk area Jakarta dan pita 800 M untuk kota lainnya di seluruh Indonesia. Namun pada tahun 2008 Flexi hanya diperbolehkan menempati pita 800 M untuk seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian Flexi harus melakukan migrasi frekuensi khusus untuk area Jakarta dan Bandung. Akibatnya, penetrasi pasar Flexi selama kuran 2006 - 2008 khususnya di area Jakarta dan Bandung menjadi sangat terlambat, hingga akhirnya dua area tersebut di kuasai oleh operator CDMA lain hingga saat ini. Resiko inilah yang sebenarnya sangat dikawatirkan operator, karena operator yang bersangkutan dirugikan, sementara operator lain diuntungkan oleh kesempatan berekspansi.
Penataan kanal frekuensi 3G di pita 2,1 GHz memang masih tarik ulur. Sesuai ketentuan setiap operator berhak menduduki dua blok di pita tersebut. Operator besar masing-masing telah mengantongi dua blok sesuai ketentuan, sementara Axis yang merupakan pendatang baru hanya meminta satu blok di nomor tiga. Seiring bertambahnya pelangan yang mencapai 15 juta, Axis mengajukan satu blok tambahan sebagai haknya, dan menginginkan blok tersebut berurutan, sehingga pilihannya adalah blok nomor empat. Padahal blok nomor empat dan lima saat ini diduduki oleh Telkomsel. Sementara Telkomsel juga mengalami lonjakan pelanggan yang luar biasa, hingga saat ini mencapai 105 juta lebih. Dengan pelanggan sebesar itu, okupansi dua blok kanal yang dimiliki sudah tidak memadai lagi. “Okupansi kanal kami telah mencapai lebih dari 75 persen, jika tidak diberi kanal tambahan, kami kawatir pelanggan akan mengeluhkan kualitas layanan data Telkomsel yang semakin menurun” demikian tanggapan Dirut Telkomsel (5/12/11). Dengan okupansi yang terus bertambah, Telkomsel justru mengajukan permohonan satu kanal tambahan, tentunya yang berurutan dengan blok yang saat ini mereka duduki.
Terhadap permasalahan ini, Pemerintah sebelumnya membuat keputusan yang tidak mengenakkan Telkomsel, dan terasa enak bagi Axis "Kami sudah memutuskan bahwa kanal 1 dan 2 dialokasikan untuk Hutchison CP Telecom (Tri), kanal 3 dan 4 untuk Axis, kanal 5 dan 6 untuk Telkomsel, kanal 7 dan 8 untuk Indosat, dan kanal 9 dan 10 untuk XL," demikian tanggapan Menkominfo bulan lalu seperti dikutip Detik.com (25/11/11). Menanggapi keputusan tersebut, Dirut Telkomsel mengungkapkan penataan frekuensi seharusnya dilakukan menyeluruh, bukan hanya di 3G saja untuk pengembangan teknologi LTE (long term evolution)
Komentar
Posting Komentar