Tahun ini rasanya ekonomi indonesia lagi bagus-bagusnya. Semarak lebaran yang lalu nampak begitu meriah. Begitu pun liburan tahun baru kali ini.
Minggu lalu saya baca koran, kota Bandung akan ditutup untuk semua kendaraan yang masuk pada tanggal 31 Desember pukul 15.00 wib. Sedangkan puncak akan ditutup sehari penuh menjelang tahun baru. Sebuah indikasi tahun baru bakal meriah dengan liburan-liburan yang menyenangkan.
Terlalu sayang melewatkan tahun baru kali ini, saya bersama keluarga merencanakan berlibur di propinsi Lampung. Alasannya, selama ini kami belum pernah jalan darat ke Sumatra termasuk naik ferry di Selat Sunda. Jadi, kami berharap dapat pengalaman baru pada liburan kali ini.
Rabu (28/12) pagi kami berangkat dari rumah sekitar pukul 08.00 wib. Menikmati perjalanan santai menembus kemacetan kota Jakarta, dan akhirnya masuk tol Merak. Tol merak relatif sepi, jadi perjalanan mulus-mulus saja sampai pelabuhan, pukul 11.00 wib.
Kami beruntung masuk ferry tanpa antrian sama sekali. Bayar Rp 230 ribu di loket dan di dalam ferry nambah Rp 30 ribu untuk dapat fasilitas ruang executive. Cukup nyaman, bisa tiduran santai di kursi sofa. Anak-anak juga enjoy, bermain, membaca dan sesekali keluar dek menikmati panorama laut.
Setelah menunggu keberangkatan sekitar 40 menit dan perjalanan sekitar 2 jam, kami sampai di pelabuhan Bakaheuni pukul 14.00 wib. Keluar pelabuhan kami mampir di SPBU untuk isi bensin. Sekitar 200 m dari SPBU kami melihat bangunan di atas bukit yang cukup mencolok. Itulah Menara Siger yang merupakan landmark provinsi Lampung sekaligus titik nol kilometer. Kami masuk ke Menara Siger dengan tiket masuk Rp 10 ribu.
Karena letaknya di puncak bukit, kami bisa menyaksikan seluruh area pelabuhan Bakaheuni berikut pantai dan pulau-pulau yang tersebar. Sangat bagus dan luar biasa. Ingatan saya tertuju pada kota Hongkong dan Diegu Korea Selatan. Sebuah pemandangan yang hampir serupa. Bedanya di Hongkong dan Korsel dikelola sangat bagus, sedangkan di Bakaheuni masih alami.
Selain menjual pemandangan puncak bukit yang luar biasa, sebetulnya Menara Siger juga menampilkan seluruh info wisata dan kebudayaan Lampung. Sayang seribu sayang, hal ini tidak dikelola dengan baik. Bahkan toilet di Menara Siger juga tidak ada air, hingga pengunjung kebingungan mencari toilet. Secara keseluruhan Menara Siger manawarkan pemandangan bagus, sayang gedung menaranya sendiri tidak diisi dan dikelola baik.
Setelah 1 jam menikmati pemandangan di Menara Siger, kami berangkat menuju Bandar Lampung lewat jalan trans barat. Karena kemacetan akibat kerusakan jalan menjelang masuk kota, kami sampai di hotel pukul 18.30 wib. Hotel Amalia menjadi pilihan kami. Hotel baru bintang tiga di pusat kota Jalan Raden Intan.
Setelah istirahat dan membersihkan badan, kami keluar hotel mencari kuliner malam. Ternyata Bandar Lampung menawarkan banyak tempat kuliner menarik, meskipun menunya relatif sama dengan di Jakarta. Paling tidak untuk kota kecil, jumlah tempat kuliner cukup banyak dan memuaskan.
Pagi hari kami hanya keliling kota, karena memang tidak ada destinasi yang atraktif di Bandar Lampung. Pukul 11.00 wib kami check-out dan berangkat menuju Way Kambas. Jarak Bandar Lampung ke Way Kambas tepat 100 km, ditempuh sekitar 2,5 jam perjalanan mobil.
Way Kambas adalah taman nasional terbesar di Sumatra untuk pelestarian berbagai satwa khususnya gajah sumatra. Di tempat ini kami menyaksikan berbagai atraksi gajah, dan anak-anak bisa menaikinya untuk sekedar berputar-putar.
Pukul 16.00 wib kami keluar Way Kambas dan berniat menuju Kalianda lewat jalur trans timur arah Bakaheuni. Tidak disangka, ternyata jalan di sepanjang trans timur cukup bagus, tidak seburuk yang kami bayangkan sebelumnya. Meskipun di beberapa titik ada kerusakan cukup parah. Perjalanan 2 jam kami sudah sampai di Ketapang yang berjarak 100 km dari Way Kambas dan sekitar 30 km sebelum Bakaheuni. Dari Ketapang kami belok kanan menuju Gayam di trans barat. Sayang kondisi jalan di sepanjang Ketapang Gayam masih buruk, hingga jarak sekitar 10 km ini kami tempuh selama 30 menit. Dari Gayam selanjutnya menuju Kalianda yang berjarak sekitat 20 km arah Bandar Lampung.
Di Kalianda kami tidur di Hotel Kalianda, atau lebih tepatnya penginapan. Di kota kecil ini tidak ada hotel berbintang, dan inilah hotel terbaik yang ada.
Pagi hari kami jalan-jalan ke pantai. Banyak pantai di kota kecil Kalianda, namun kondisi pantai semuanya masih alami, belum dikelola dengan baik sebagai destinasi wisata. Beberapa nama pantai yang dikenal adalah Way Urang, Gading, Wartawan, Canti dan banyak lagi.
Satu-satunya pantai yang dikelola sangat baik adalah pantai Kalianda Resort. Pantai ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota. Area pantai terintegrasi dengan kawasan hotel Gren Elty Resort, yang dibangun oleh grup Bakrie. Tarif resort lumayan, di atas Rp 500 ribu, bahkan cottagenya bertarif jutaan.
Jam 11.00 wib kami kembali ke hotel untuk Jumatan dan kemudian check-out pukul 13.00 wib. Kami berangkat ke pelabuhan Bakaheuni untuk menyeberang dengan ferry menuju Merak dan selanjutnya pulang kembali ke rumah.
Perjalanan tiga hari dua malam, cukup menyenangkan. Meskipun tidak banyak destinasi wisata yang kami kunjungi, namun pengalaman pertama jalan darat mengitari propinsi Lampung cukup mengesankan. Semoga suatu saat kami dapat mengulangi kembali, tentunya jika banyak destinasi wisata di sana sudah terkelola lebih baik. Amin.
Komentar
Posting Komentar