Pada Rabu (27/7/11) di Gran Mall Bekasi, Direktur Utama PT Telkom, Rinaldi Firmansyah meluncurkan produk baru dari Telkom dengan merk dagang Delima. Tidak tanggung-tanggung, Rinaldi didampingi oleh tiga direktur yang lain, yaitu I Nyoman G Wirnayata selaku Direktur Konsumer, Indra Utoyo selaku Direktur IT & Supply, dan Arief Yahya selaku Direktur Enterprise dan Wholesale. Kehadiran empat direktur pada sebuah seremoni di mall kecil tentu menjadi pemandangan yang cukup langka dan menarik. Kelangkaan ini dapat diartikan sebagai suatu keseriusan PT Telkom memasuki ladang bisnis baru, e-Money.
Delima adalah produk baru dari Telkom yang merupakan layanan pengiriman uang (remittance) dengan memanfaatkan keunggulan teknologi ponsel. Dengan Delima, masyarakat dapat mengirimkan uang kepada temannya di mana pun berada hanya dengan sebuah ponsel, tentu saja jika ponsel tersebut sudah diisi dengan sejumlah deposit. Pengisian deposit dapat dilakukan di seluruh Plasa Telkom atau outlet yang berlogo Delima. Penerima uang dapat mengambil uang kiriman di seluruh Plasa Telkom atau outlet yang berlogo Delima.
Industri e-Money atau mobile wallet merupakan industri yang sedang ramai dikembangkan, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Di Indonesia telah ada 11 penyelenggara e-Money, diantaranya adalah Indosat dengan nama Dompetku, dan XL dengan nama XL Tunai. Mungkin karena terlalu semangat, Telkom Group bahkan telah mengenalkan empat merk, yaitu Delima, Flexi-Cash dan dua lainnya dikembangkan anak perusahaan, yaitu t-Cash oleh Telkomsel dan Mobile Cash oleh PT Finnet. Saat ini sudah lebih dari 27 negara yang menawarkan layanan ini, antara lain MPESA di Kenya, Globe di Philipina, Zoompass di Kanada, dan Safaricom di UK.
Selain fitur pengiriman uang melaui ponsel, bisnis e-Money dipastikan bakal berkembang menjadi bisnis e-transaction, yaitu alat bayar untuk berbagai transaksi ritel. Saat ini t-Cash dan Dompetku sudah dilengkapi dengan kemampuan e-transaction, meskipun masih sangat terbatas. Namun dalam waktu dekat diyakini fitur ini bakal berkembang pesat, bahkan lebih meggiurkan ketimbang fitur pengiriman uang. Bisnis pengiriman uang akan bersaing dengan pengiriman uang konvensional seperti Western Union, MoneyGram, Wesel Remittance dan sejenisnya. Sedangkan e-transaction bakal menjadi pelengkap atau mungkin pesaing berat untuk industri kartu kredit dan debet, seperti Visa dan Mastercard.
Bagaimana prospek bisnis e-Money, seberapa besar skala ekonominya dan seberapa besar respon masyarakat? Fitur utama bisnis ini adalah pengiriman uang dan transaksi elektronik. Dengan demikian skala bisnis e-Money merupakan gabungan dari bisnis pengiriman uang dan bisnis transaksi elektronik. Bisnis pengiriman uang global diperkirakan mencapai US$ 318 miliar pada tahun 2007 dan tumbuh 7 % per tahun (Market Overview). Sedangkan di Indonesia berkisar US$ 11 miliar pada tahun 2008 (BNP2TKI) dan tumbuh 15 % per tahun (republika.co.id). Potensi bisnis transaksi elektronik tentu saja bisa dikembangkan sebesar potensi bisnis kartu kredit.
Potensi bisnis yang luar biasa inilah yang mendorong banyak investor, terutama yang bergelut di industri seluler tertarik menggeluti e-Money. Namun justru karena hal itulah, persaingan e-Money telah terlihat seru, sebelum permintaan pasar muncul. Nampaknya para pemain mencoba berebut titik start. Yang lebih ngeri tentu saja persaingan global, karena bisnis ini relatif tidak bisa di batasi coverage-nya dalam satu negara. Raja search engine dan pemilik Android, Google telah menguji coba layanan Google Wallet bersama Sprint Nextel pada awal tahun ini. Jika Google Wallet masuk Indonesia, tentu saja operator lokal mesti siap menghadapi persaingan sengit. Kompetisi tentu bakal semakin ngeri dan rumit dengan kemunculan teknologi NFC (Near field communication) dan reader NFC. Samsung, Nokia dan HTC kabarnya telah membenamkan chip NFC pada sebagian tipe smartphone-nya, sedangkan VeriFone telah mengirimkan NFC Reader ke Jepang, Hongkong dan Singapura. Dengan chip NFC yang tertanam dalam ponsel dan NFC Reader yang ditempatkan di kasir, maka pemakai ponsel kini dapat melakukan pembayaran dengan cara menempelkan ponsel pada NFC Reader, mirip seperti ketika kita menggesek kartu kredit pada EDC.
Betulkah persaingan seru ini sudah sebanding dengan permintaan? Belum. Sejauh ini belum ada penyelenggara yang mengumumkan pendapatan atau laba dari bisnis e-Money. Mereka hanya menyampaikan jumlah outlet yang telah disiapkan. T-Cash klaim telah memiliki pelanggan lebih dari 5 juta, 350 merchant dan 7.000 cashpoin. Delima memiliki tujuh ratusan Plasa Telkom dan ribuan cashpoin milik BPRKS serta mitra lainnya. Apakah klaim jumlah cashpoin efektif? Survey kecil terhadap outlet Akses+ dan cashpoin di wilayah Pondok Gede menunjukkan bahwa sebagian besar outlet ini belum didatangi pelanggan. Analis Senior BI, menyampaikan jumlah transaksi e-Money berkisar 72.718 per bulan. Jika angka ini termasuk transaksi isi ulang pulsa, berarti transaksi e-Money masih jauh dari cukup.
Sebetulnya e-Money di Indonesia khususnya pengiriman uang melalui ponsel sudah di rintis sejak tahun 2007 lalu, namun sampai dengan saat ini pertumbuhan permintaan belum memadai. Diprediksi bisnis e-Money baru akan menggeliat ketika NFC dan NFC Reader sudah beredar luas di pasaran. Jika benar demikian, bagaimana masa depan mobile wallet yang sedang dirintis operator, dan bagaimana pula dengan remittance melalui ponsel? Nampaknya pertanyaan ini bakal menghantui para penyelenggara e-Money.
Komentar
Posting Komentar