Langsung ke konten utama

Masa Depan yang Misterius

Sekarang adalah hari Rabu, tiga hari setelah Gubernur Jakarta mengumumkan pemberlakuan Social Distance Measure (perintah yang menghentikan berbagai kegiatan keramaian, termasuk menghentikan pengajian dan Jumatan di masjid, guna mencegah penularan virus Corona), pada hari Minggu, 15 Maret 2020. Pada grup Whatapps masjid kami, seseorang sebut saja namanya Haji Z menulis, “sehat sakit mati hidup itu rahasia Alloh yg jelas kita ini semuanya bakalan mati jangan di hebohin virus yg namanya corona semakin di hebohin raja ibblis semakin tertawa girang”.

Saya menarik nafas panjang, berpikir cukup lama dan berkata dalam hati, “Setiap ada perintah menghindari bencana, selalu saja ada yang mengatakan, kematian ada di tangan Allah SWT, kapan akan mati sudah ada catatannya, kenapa harus takut”. Saya teringat dengan sikap almarhum Mbah Marijan saat bencana Merapi, 12 tahun yang lalu, dan akhirnya saya tulis artikel dengan judul Mbah Marijen dan Pertolongan Tuhan.

Ini adalah tentang masa lampau, hari ini dan masa depan. Perihal masa lampau, rasanya tidak ada perbedaan pendapat. Yang sudah terjadi, adalah hikmah dan pelajaran untuk menghadapi masa depan. Namun perihal masa depan, selalu ada perbedaan pendapat. Pendapat pertama, masa depan sudah ditetapkan dan tertulis jelas dalam Ketentuan Tuhan. Pendapat kedua, manusia menentukan masa depan mereka sendiri. Sementara pendapat ketiga, berada di tengah-tengahnya.


Ruang dan Waktu

Masa lampau, hari ini dan masa depan adalah bagian dari Waktu. Kita mengetahui masa lampau karena sudah kita jalani. Hari ini, adalah saatnya kita menentukan sikap untuk masa depan. Sedangkan masa depan adalah misteri dan gelap, tidak tahu apa yang akan terjadi. Itulah diri kita, manusia.

Bagaimana dengan Tuhan? Tuhan adalah Pencipta Waktu. Tuhan tidak berada dalam Zona Waktu. Tuhan tidak terikat oleh Waktu. Bagi-Nya, tidak ada awal dan tidak ada akhir. Bagi-Nya, tidak ada masa lampau, hari ini dan masa depan.

Sekedar untuk memudahkan ilustrasi, mari kita lihat gambar peta di atas. Anggap saja, peta tersebut adalah lintasan waktu dan peristiwa. Bintang tamu kita, sebut saja Namanya Mr. X. Pada masa lampau, Mr X telah berjalan dari RS Pelni melewati Jl KS Tubun kemudian Jl Abdul Muis dan saat ini sampailah di Kawasan Monas. Apa yang telah dilewati di masa lampau, menjadi pelajaran bagi Mr X. Saat ini, Mr X berada di Monas, dan dia harus terus berjalan, karena kehidupan memang terus bergerak tidak pernah berhenti. Bagi Mr X, masa depan adalah gelap, tidak diketahui dan misteri.

Anda, pembaca, sedang mengamati gambar di atas. Bagi Anda, lintasan waktu tersebut hanyalah sebatas peta datar. Anda, berada di luar zona lintasan waktu. Anda tidak terikat dengan lintasan waktu. Bagi Anda, tidak ada masa lampau, saat ini dan masa depan, karena ketiganya terhampar di depan mata Anda.  Kemana pun Mr X melangkah, Anda sudah tahu, dimana dia akan sampai. Dan karena Anda tidak berada dalam zona lintasan waktu, sesungguhnya seluruh peristiwa dalam peta tersebut, sudah bersifat final, sudah Anda diketahui seluruhnya. Meskipun, bagi Mr X, masa depan tersebut, tetaplah gelap dan misterius.


Tentukan Masa Depan Kita Sendiri

Dari gambaran di atas, semestinya kita sudah paham, bahwa Tuhan telah mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau, hari ini dan masa depan. Bagi Tuhan, semuanya sama saja, tidak ada masa lampau, tidak ada hari ini, tidak ada masa depan, karena Tuhan tidak berada dalam zona waktu. Namun bagi kita, manusia, masa depan tetaplah masa depan, yang gelap, tidak diketahui dan misteri. Begitulah, dua cara pandang yang berbeda antara manusia dan Tuhan.

Sebagai manusia, semestinya kita selalu memandang masa depan dengan cara pandangnya sendiri. Masa depan adalah gelap, tidak diketahui dan misteri. Oleh karenanya, masa depan harus di rencanakan dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, agar kita bisa melangkah melalui jalan terbaik dan sampai di titik yang kita harapkan.

Apakah rejeki, jodoh dan kematian sudah ditentukan Tuhan? Iya, pasti. Dan tidak hanya tiga itu saja, bahkan setiap daun yang jatuh dari pohon pun sudah diketahui dan ditentukan oleh Tuhan. Begitulah cara pandang Tuhan, yang mana tidak berada dan tidak terikat oleh waktu. Bagaimana dengan kita, manusia? Semestinya, rejeki, jodoh dan kematian adalah sesuatu yang harus direncanakan dan dipersiapkan sebaik-baiknya. Bahkan, tidak hanya tiga itu saja, seluruh peristiwa di masa depan, harus kita rencanakan, kita persiapkan sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan ilmu dan pemahaman kita saat ini.

Biarkanlah Tuhan menetapkan, tugas kita adalah merencanakan dan melaksanakan yang terbaik menurut ilmu dan pemahaman kita saat ini.

Demikianlah, sedikit ilmu yang saya pahami perihal masa depan yang misterius. Saya sendiri tidak meyakini sepenuhnya, bahwa ilmu inilah yang paling benar, karena saya juga meyakini, pemahaman setiap orang, termasuk saya, akan selalu bertumbuh. Jika ilmu ini benar, semoga menjadi pencerahan bagi saya dan pembaca, namun jika ilmu ini salah, semoga Allah Swt mengampuni hamba yang sedang terus belajar. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe

Liburan Keluarga di Kuala Lumpur

Masjid Putra Kunjungan Kuala Lumpur kali ini merupakan yang ke sekian kalinya, tapi menjadi yang pertama kali untuk liburan keluarga. Liburan keluarga selalu mendapatkan pengalaman yang berbeda dibandingkan liburan bersama teman kantor, apalagi jika dibandingkan dengan perjalanan dinas. Seperti biasanya, kami memilih untuk ''berjalan sendiri", tanpa bantuan agen travel atau pun guide lokal. Otomatis, saya akan menjadi EO sekaligus guide-nya. Kami sudah pesan tiket jauh hari, agar keluarga merasa nyaman dan tentu saja agar harga tiket lebih miring. Kami mendapat tiket Malaysia Airline PP sekitar 1,7 juta rupiah, karena berdekatan dengan liburan Natal. Jika waktu kunjungan jauh dari liburan bersama, mungkin bisa mendapatkan tiket lebih hemat. Untuk akomodasi, kami pilih tengah kota, agar mudah jalan kaki kemana pun, dan tentu saja dekat dengan Petronas Twin Tower. Tidak usah kawatir harga mahal, buktinya saya mendapatkan hotel butik yang sangat nyaman, denga

Empat Komponen Manusia

Banyak referensi tentang kehidupan manusia telah saya pelajari, khususnya dari buku-buku tasawuf. Sejauh ini saya pahami bahwa manusia memiliki tiga komponen yang tidak terpisahkan, yaitu fisik, akal dan ruh. Alhamdulillah, pada renungan saya di segmen terakhir bulan ramadhan 1432 H ini, terbuka pemahaman baru mengenai komponen pembentuk manusia. Tentu saya meyakini kebenaran pemahaman ini, tapi bagaimana pun saya tetap membuka kemungkinan adanya pemahaman yang lebih baik. Manusia terbentuk dari empat bagian atau komponen yang tidak terpisahkan, yaitu: Pertama, Fisik atau jasad. Inilah bagian paling mudah dikenali. Fisik merupakan komponen utama dari semua makhluk di bumi ini. Melalui fisik inilah keberadaan makhluk di bumi dapat dilihat, dirasa dan dikenali. Karena komponen fisik ada di seluruh makhluk bumi, baik makhluk hidup maupun mati, maka tingkatan fisik merupakan tingkatan terendah, setara dengan tingkatan tumbuhan, hewan, tanah dan seterusnya. Kedua, Nyawa at